BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik
a. Perkembangan fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem
organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada
periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini
Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat
mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang
mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar
Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada
usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh,
yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Awal dari perkembangan pribadi seseorang
asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya,
normlitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan masalah
Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya. Perkembangannya
fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan
adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan
berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan
secara keseluruhan.
2. Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem
kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan,
persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.Aspek fisiologi yang sangat
penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan
sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini
terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut,
rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang
lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi
sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya
b. Perkembangan perilaku psikomotorik
Loree (1970 : 75) menyatakan bahwa ada dua macam
perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap
individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking)
dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini
merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang
kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).
Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua
bentuk perilaku psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dan
yang sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dan yang kasar dan global (gross
bodily movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan
(finely coordinated movements).
(1) Berjalan dan Memegang Benda
Keterampilan berjalan diawali dengan
gerakan-gerakan psikomotor dasar (locomotion) yang harus dikuasainya selama
tahun pertama dari kehidupannya. Perkembangan psikomotorik dasar itu
berlangsung secara sekuensial, sebagai berikut: (1) keterampilan bergulir (roil
over) dan telentang menjadi telungkup (5 : 8 bulan), (2) gerak duduk (sit up)
yang bebas (8,3 bulan), (3) berdiri bebas (9,0 bulan) berjalan dengan bebas
(13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75).
(2) Bermain dan Bekerja
Mulai usia 4-5 tahun bermain konstruksi yang
fantastik itu dapat beralih kepada berbagai bentuk gerakan bermain yang ritmis
dan dinamis, tetapi belum terikat dengan aturan-aturan tertentu yang ketat.
(3) Proses Perkembangan Motorik
Di samping faktor-faktor hereditas, faktor-faktor lingkungan alamiah, sosial, kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan merupakan hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan produk perkembangan fisik? dan perilaku psikomotorik.
2. Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitis
a. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi,
dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk
mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan,
isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.Dalam berbahasa, anak dituntut untuk
menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling
berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga
ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai
berikut:
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna
ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata
yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya
(bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak
berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian
mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah
anak masuk sekolah.
3. Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat,
kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum
usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu
kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara benpikirnya.
4. Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech
2. Socialized Speech, yang terjadi ketika
berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya.
Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini
terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b)
critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang
lain, (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d)
questions (pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).Berbicara monolog (egocentric
speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya
di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun; sementara yang “sociaized speech”
mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment).
b. Perkembangan Perilaku Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata
cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas,
cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan
(Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer
sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi
setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku kognitif. Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis bagi 1ajunya perkembangan perilaku kognitif.
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku kognitif. Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis bagi 1ajunya perkembangan perilaku kognitif.
Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu
menurut Loree.(1970:77), dapat dideskripsikan dengan dua cara dua ialah secara
kualitatif dan secara kuantitatif.
(1) Perkembangan Fungsi-Fungsi Kognitif secara
Kuantitatif perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat
dikembangkan berdasarkan basil laporan berbagai studi pengukuran dengan
menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara
longitudinal terhadap sekelompok subjek dan sampai ke tingkatan usia tertentu
(3-5 tahun sampai usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat
ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision Binet Test). Dengan
menggunakan hasil pengukuran tes yang rnencakup General Information and Verbal
Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970:78) telah mengembangkan sebuah kurva
perkembangan inteligensi, yang dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut.
(a) Laju perkembangan inteligensi berlangsung
sangat pesat sampai ,masa remaja awal, setelah itu kepesatan nya berangsur
menurun.
(b) Puncak perkembangan pada umumnya dicapai
di penghujung masa remaja akhir (sekitar usia dua puluhan); perubahan-perubahan
yang amat tipis sampai usia 50 tahun, setelah itu terjadi plateau (mapan)
sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya berangsur menurun (deklinasi).
(c) Terdapat variasi dalam saatnya dan laju
kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu.
(2) Perkembangan Perilaku Kognitif secara
Kualitatif
Piaget membagi proses perkembangan fungsi dan
peri itu ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan
menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda.
(a) Sensorimotor period (0,0 – 2,0). Periode ini ditandai penggunaan sensorimotorik (dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitar. Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang obyek kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab-akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain:
(1) menyadari dirinya
berbeda dan benda-befl sekitarnya;
(2) sensitive
terhadap rangsangan suara dan cahaya;
(3) mencoba bertahan
pada pengalaman-pengalaman yang menarik;
(4) mendefinisikan
objek/benda dengan manipulasinya;
(5) mulai memahami
ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah.
(b) Preoperational. period (2,0 – 7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0 – 7,0). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut juga kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama), seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara lain:
(1) self-centered dalam memandang dunianya;
(2) dapat mengklasifikasikan objek-objek atas
dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang
sama,
mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya;
(3) dapat melakukan koleksi benda-benda
berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu;
(4) dapat menyusun benda-benda, tetapi belum
dapat menarik inferensi dan dua benda yang tidak her sentuhan meskipun terdapat
dalam susunan yang sama.
(c) Concrete erational (7,0 – 11 or 12,0)
Tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang
menandai periode ini, ialah: rnengklasifikasikan angka-angka atau bilangan.
Dalam periode mi anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku
kognitif yang tampak pada periode ini ialah kemampuannya dalam proses berpikir
untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan
objek-objek yang bersifat konkret.
(d) Formal operational period (11,0 or 12,0 – 14,0 or 15,0)
Periode ini ditandai dengan kernampuan untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh
objek-objek yang bersifat konkrit. Pen laku kognitif yang tampak pada kita
antara lain:
(1) kemampuan berpikir hipotetis-deduktif
(hypothetico-deductive thinking);
(2) kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan
berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada (a combinational analysis);
(3) kemampuan mengembangkan suatu proporsi
atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui (proportional thinking);
(4) kemampuan menarik generalisasi dan
inferensasi dan berbagai kategori objek yang beragam.
Tokoh lain yang melakukan studi terhadap masalah ini secara mendalam ialah Jerome Bruner (1966) ia membagi proses perkembangan perilaku kognitif ke dalam tiga periode ialah:
Tokoh lain yang melakukan studi terhadap masalah ini secara mendalam ialah Jerome Bruner (1966) ia membagi proses perkembangan perilaku kognitif ke dalam tiga periode ialah:
(1) enactive stage, merupakan suatu masa
ketika individu berusaha memahami lingkungannya. tahap mi mirip dengan
sensorimotor period dan Piaget;
(2) iconic stage, yang mendekati kepada
preoperational period dan Piaget; dan
(3) symbolic stage, yang juga mendekati
ciri-ciri formal operational peniode dan Piaget.
Dari telaahan kita terhadap perkembangan bahasa dan perilaku serta fungsi-fungsi kognitif itu, jelaslah mempunyai implikasi yang sangat penting bagi pengernbangan sistem dan praktik pendidikan seperti yang disarankan oleh Gage & Berliner (1975:375-378), antara lain para pendidik seyogianya mampu untuk melaksanakan hal-hal berikut:
Dari telaahan kita terhadap perkembangan bahasa dan perilaku serta fungsi-fungsi kognitif itu, jelaslah mempunyai implikasi yang sangat penting bagi pengernbangan sistem dan praktik pendidikan seperti yang disarankan oleh Gage & Berliner (1975:375-378), antara lain para pendidik seyogianya mampu untuk melaksanakan hal-hal berikut:
(1) intellectual
empathy;
(2) using concrete
objects;
(3) using inductive
approach;
(4) sequencing
instruction;
(5) taking amount of
fit of new experience;
(6) applying student
self-regulation principles;
(7) developing
cognitive values of interaction.
3. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan
Keagamaan
a. Perkembangan Perilaku sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato.
Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis, bayi yang disusui dan dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa).
1) Proses sosialisasi dan perkembangan sosial
Secepat individu menyadari bahwa di luar
dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar
apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses
belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
2) Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi
berdasarkan hasil studi longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada
tiga pola kecenderungan sosial pada anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2)
reactivity-placidity dan passivity-dominance. Kalau seseorang telah
memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung
diikutinya sampai dewasa.
b. Perkembangan Moralitas
1. Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos”
(Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara
kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan
peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu,
seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban
dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b)
larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Moral
Perkembangan moral seorang anak banyak
dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungannya
dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan
nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua
sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil.
3. Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui
penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan
buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang
paling penting dalam pendidikan moral mi, adalah keteladanan dan orangtua, guru
atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu dengan cara
mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang
menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa
lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu
dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku
yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara
tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
c. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan perkembangan kesadaran moralitas,
perkembangan penghayatan keagarnaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan
intelektual di samping emosional dan volisional (konatifl, mengalami
perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James)
sependapat bahwa pada garis besarnya per kembangan penghayatan keagamaan itu
dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan
karakteristik yang berbeda.
4. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian
a. Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif dan
Hubungannya dengan Pembentukan
Fungsi konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs). Jenis-jenis kebutuhan manusia itu berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya, kebutuhan dasar biologis) sampai kepada yang bersifat dipelajari sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya.
Di dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya, itensitasnya, dan sebagainya.
Fungsi konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs). Jenis-jenis kebutuhan manusia itu berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya, kebutuhan dasar biologis) sampai kepada yang bersifat dipelajari sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya.
Di dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya, itensitasnya, dan sebagainya.
b. Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu
suasana yang kompleks ( a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up
state) yang menyertai atau muncul sebelum /sesudah terjadinya perilaku.
Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis
mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa
psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.
2. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
3. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa
pengenalan panca indera.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian,
yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
b. Emosi psikis, di
antaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai
sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang
menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun
kelompok.
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang
berhubungan dengan nilai-nilai balk dan buruk atau etika moral.
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu
perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat
kebendaan maupun kerohanian.
5) Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan
manusia sebagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan)
untuk mengenal Tuhannya.
c. Perkembangan Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Kepribadian dapat juga diartikan sebagai
“kualitas perilaku individu yang tamj alamrnelakukan penyesuaian dirinya
terhadap ling \kungan secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat
berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal
berikut.
1) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam
mematuhi etika pen laku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian
atau pendapat.
2) Temperamen, yaitu disposisi reaktif
seseorang, atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang
datang dari lingkungan
3) Sikap terhadap objek (orang, benda,
peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
(ragu-ragu).
4) Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan
reaksi emosional terhadap rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya
tersinggung marah, sedih atau putus asa.
5) ResponsibilitaS (tanggung jawab), kesiapan
untuk menerima risiko dan tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti: mau
menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri risiko yang
dihadapi.
6) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang
berkaitan dengan hubungan interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam
sifat pribadi yang tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain.
(1) empati intelektual;
(2) menggunakan benda-benda konkret;
(3) menggunakan pendekatan induktif;
(4) sequencing instruksi;
(5) mengambil jumlah fit dari pengalaman baru;
(6) menerapkan diri siswa-prinsip regulasi;
(7) mengembangkan nilai-nilai kognitif interaksi
(2) menggunakan benda-benda konkret;
(3) menggunakan pendekatan induktif;
(4) sequencing instruksi;
(5) mengambil jumlah fit dari pengalaman baru;
(6) menerapkan diri siswa-prinsip regulasi;
(7) mengembangkan nilai-nilai kognitif interaksi
0 komentar:
Posting Komentar