ANALISIS
KASUS NIKAH SIRI BUPATI GARUT (ACENG
FIKRI) DALAM
TINJAUAN FILSAFAT ILMU
A. Pendahuluan
Beberapa minggu terakhir, publik
dikejutkan dengan berita nikah sirih bupati Garut Aceng Fikri dengan Fani Oktaria.
Nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin atau
saksi, tidak melalui kantor urusan agama, menurut agama islam sudah sah. Terlepas dari sah atau tidaknya nikah siri
tersebut, pernikahan yang hanya berjalan selama empat hari dan berakhir cerai
oleh bupati melalui pesan singkat SMS kepada Fany Oktara sontak membuat
eskalasi emosi publik diseluruh tanah air. Publik merasa kecewa dengan perilaku
sang bupati yang melecehkan dan merendahkan martabat kaum perempuan. Kasus ini
membuat gelombang unjuk rasa diberbgai pelosok tanah air meningkat. Kecaman
dari berbagai pihak pun datang sili berganti sebagai bentuk kekecewaan mereka
terhadap prilaku sang bupati.
Sang bupati sebagai pejabat publik yang
sudah seharus menjadi teladan masyrakat
justru bertindak sesuka hati yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Berbagai spekulasi pun muncul sehingga membuat sang bupati mersa
terpojok. Pernyaatan bupati yang seringkali kontroversi seakan melengkapi
kronologi kasus dan menamba panjangnya kasus tersebut.
Kasus ini seakan begitu rumit dikala ada
dua kelompok yang pro dan yang kontra terhadap tindakan sang bupati tersebut.
Argumentasi kedua kelompok tersebut seakan tak ada yang benar tak ada yang
salah karena kedua-duanya mengklaim memiliki argumen yang benar dan mendasar.
Tentu hal ini membingungkan masyrakat indonesia, dimana disaat banyak orang
yang menuntut sang bupati dipecat dari jabatannya muncul pula kelompok yang
mendukung agar sang bupati tetap
menjalakan tugasnya sebagai bupati.
B. Kronologis
Semua ini berawal dari pernikahan siri sang
bupati dengan seorang gadis 17 tahun Fany Oktora pada 14 Juli 2012.
Pernikahan yang tidak
di catatkan di kantor urusan agama itu hanya berlangsung 4 hari. 19 July 2012,
Aceng menceraikan Fany lewat layan pesan singkat alias SMS.
Begitu kasus ini mengemuka di media masa, nama Aceng Fikri menjadi buah bibir. Berbagai pihak mengecam tindakannya.
Begitu kasus ini mengemuka di media masa, nama Aceng Fikri menjadi buah bibir. Berbagai pihak mengecam tindakannya.
Akhirnya urusan rumah tangga itu merembet ke ranah politik. Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan memanggil Aceng untuk klarifikasi. Hasilnya Aceng dinilai melakukan pelanggaran etika. Padahal sebagai pejabat publik, seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat. Hal senada juga disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Namun mendagri
mengaku tidak bisa memberi sanksi hukum karena menikah siri menjadi hak pribadi
dan tidak diatur dalam undang undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah.
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara dan minta kasus ini diselesaikan. Desakan agar aceng mundur sebagai bupati Garut, terus berdatangan.
Awal Desember, Fany dan keluarganya, terlihat melaporkan sang bupati ke mabes polri. Sekitar 2 hari kemudian 5 Desember 2012 Aceng Fikri menemui Fany Oktora dan keluarganya untuk meminta maaf.
Dalam pertemuan islah yang digelar di Garut itu, hadir juga sejumlah tokoh masyarakat sebagai saksi. Tapi komnas Perlindungan Anak Menegaskan, islah tidak menghapus dugaan pidana dalam kasus ini. Demonstrasi pun bertubi tubi. Kebanyakan meminta Aceng mengundurkan diri. DPRD Garut sendiri membentuk panitia khusus yang merekomendasikan pemecatan Aceng sebagai bupati Garut.
Aceng Fikri pun tidak
tinggal diam. Aceng mengancam membawa ribuan massa bila dia dilengserkan. Wal
hasil pelaksanaan rapat paripurna DPRD Garut pada hari Rabu 19 Desember 2012 di
warnai kericuhan.
Hari Jumat (21/12), nasib Aceng Fikri selaku orang no 1 di Garut ditentukan. Selain itu, sejumlah kasus hukum masih menantinya. Antara lain, dugaan pemerasan dan penggelapan serta tuduhan menikahi gadis dibawah umur.
C.Hasil analisis
1. Fakta
Aceng Fikri adalah
seorang bupati garut yang melakukan nika sirih dengan gadis berusia 18 tahun
bernama Fany Oktora pada tanggal 14 Juli 2012. Namun 4 hari kemudian Aceng
menceraikan Fany lewat SMS. Aceng beralasan perempuan berusia 18 tahun tersebut
sudah tidak perawan lagi saat malam pertama. Pada tanggal 18 Desember 2012 Mentri
Dalam Negri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyampaikan surat terkait pernikaan siri
Bupati Garut Aceng Fikri kepada Ketua DPRD Garut Ahmad Bajuri melalu Gubernur
Jawa Barat Ahmad Heryawan. Fany yang tak terima lalu mengungkapkan pernikahan
kilatnya itu ke publik, lalu melaporkan mantan suaminya itu ke Bareskrim Mabes
Polri. Pelimpahan kasus dari pelapor Fany diterima Polda Jabar pada 14
Desember, sementara pelapor Satgas Perlindungan Anak pada 18 Desember 2012
lalu. Fany melapor terkait tindak pidana penipuan, penghinaan dan perbuatan
tidak menyenangkan yang dilakukan Bupati Garut Aceng Fikri.
2. Data
1.
Pada tanggal 14 juli 2012 Bupati Garut Aceng Fikri menikahi secara siri gadis
berumur 18 tahun bernama Fany Oktora.
2.
Setelah empat hari menikah Bupati Garut menceraikan Fany Oktora melalui pesan
singkat SMS.
3. Pada
tanggal 14 Desember 2012 Pelimpahan kasus dari pelapor Fany diterima Polda
Jabar. Fany melapor terkait tindak pidana penipuan, penghinaan dan perbuatan
tidak menyenangkan yang dilakukan Bupati Garut Aceng Fikri.
4. Pada
18 Desember 2012 pelimpahan kasus oleh pelapor Satgas Perlindungan Anak.
pelaporanmengenai tindak pidana kekerasan atau memaksa anak melakukan
persetubuhan dan eksploitasi ekonomi dan seksual anak sebagaimana Pasal 81 dan
88 UU Perlindungan Anak, dan Pasal 280 KUH Pidana yang diduga dilakukan Aceng
Fikri.
5. Pada
tanggal 18 Desember 2012 juga, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi
menyampaikan surat terkait nikah siri singkat Bupati Garut Aceng Fikri. Surat
tersebut disampaikan kepada Ketua DPRD Garut Ahmad Bajuri melalui Gubernur Jawa
Barat (Jabar) Ahmad Heryawan.
6.
Pada tanggal 19 Desember 2012 terjadi demonstrasi besar-besaran di garut
menuntut sang bupati mundur dari jabatannya.
7. Pada Jumat 21 Desember DPRD Garut mengambil
keputusan untuk memakzulkan Aceng fikri
3. Persepsi
Kalau Aceng seorang jejaka, mungkin pernikahannya tidak akan
begitu digunjingkan orang. Sebab pernikahan suatu yang sangkral dan memiliki
nilai yang begitu mulia. Pun jika Aceng memilih Fany oktora yang berusia 18
tahun ketika dinikahinya itu sah-sah saja. Hanya saja kemudian berita mengemuka
karena pernikahan Aceng dengan Fany Oktora hanya berlangsung 4 hari, dan
prosesi pernikahan itu cenderung mengabaikan beberapa aturan, baik hukum maupun
moral.
4. Interprestasi atau
Penafsiran
Pernikahannya
yang hanya berjalan selama 4 hari menjadi titik awal persoalan. Pernyatan
kontroversi yang dikeluarkan dari sang bupati serta prosesi pernikahan yang
cendrung mengabaikan beberapa aturan, baik hukum maupun moral melengkapi
persoalan yang membuat semakin kompleks. Apalagi masalah ini menimpah sang
bupati sebagai pejabat publik sehingga menjadi sorotan media memudahakan
informasi cepat melebar kemana-mana.
5. Informasi
Pernikahan
sirih yang dilakukan oleh bupati aceng fikri dengan fany oktora sebenarnya
tidak bermasalah kalau prosedurnya berjalan sesuai dengan aturan yang ada.
Perceraian yang dilakukan oleh sang bupati itulah menjadi persoalan yang
mendasar sekaligus awal dari kasus ini.
6. Asumsi
Perceraian
yang dilakukan oleh sang bupati yang status pernikahannya baru menjalan empat
hari membuat publik tadak masuk akal. Publik merasa bahwa aceng fikri sudah
melanggar etika perkawinan, apalagi sang bupati meminta cerai melalui pesan singkat
SMS. Pernikahan yang hanya berjalan selama empat hari menimbulkan tanda tanya
besar, bila hanya karena fani tidak perawan saat malam pertama. Perawan bukan
menjadi orentasi yang substansi dalam pernikahaan. Nilai perkawinan tidak bisa
diukur dari kebutuhan seksualitas semata.
7.
Berpikir Ilmiah
Jika ditelaah dari segi hukum
perkawinan, sejatinya yang dilanggar Aceng hanya soal identitas perkawinan. Ini
kemudian jadi fatal karena statusnya sebagai orang nomor satu di daerah
penghasil dodol itu. Mari kita cermati Undang-Undang perkawinan Nomor 1 tahun
1974, setidaknya dari Undang-Undang tersebut dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975, kita bisa mengetahui beberapa hal, yakni poligami, usia, dan syarat
sahnya pernikahan.
Ditinjau dari usia, Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dengan tegas dan jelas bahwa usia minimal bagi
perempuan untuk menikah adalah 16 tahun. Sehingga jika masih ada yang
menganggap Aceng melanggar hukum tertulis karena menikahi gadis berusia 18
Tahun, tentu kita mesti mencari tahu hukum tertulis mana yang dilanggar Aceng,
karena FO ketika menikah dengan Aceng sudah berusia 18 Tahun. Sehingga ditinjau
dari usia, secara hukum Aceng tidak melanggar.
Mengenai Syarat Sah perkawinan,
disinilah mungkin perdebatan akan muncul. Perkawinan dianggap sah jika
dijalankan menurut agama dan kepercayaannya itu, sebagaimana rumusan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Karena Aceng dan istrinya beragama islam,
maka syarat sahnya perkawinan adalah sebagaimana syarat sahnya perkawinan
menurut agama.
Aceng mungkin saja diseret karena
pemalsuan identitas perkawinan. Aceng bisa dijerat Pasal 279 KUHP karena
menggelapkan asal-usul perkawinan. Namun demikian masalahnya tidak sederhana
karena sampai saat ini kita tidak tahu apakah Aceng mengantongi izin untuk
perkawinan-perkawinannya yang berjalan singkat itu. Memang sebagian kalangan
mengatakan hampir pasti Aceng tak mengantongi izin, namun di mata hukum segala
sesuatu harus dibuktikan.
Lepas soal kawin, kini mari telaah
proses perceraian Aceng. Apakah perceraian itu sah jika Aceng mengucapkan Talak
via SMS atau telepon?. Jawabannya tidak. Aceng haruslah menceraikan istrinya
melalui Pengadilan Agama. Tanpa itu, seribu kali diucapkan pun, dianggap tidak
memiliki nilai, karena menurut Undang-Undang perceraian hanya dapat terjadi di
muka siding pengadilan agama.
Soal jangka waktu pernikahan yang
begitu singkat, banyak yang mempersoalkannya. Aceng yang hanya menikah empat
hari dianggap melecehkan martabat perempuan, terlebih kemudian Aceng
melontarkan komentar yang seakan-akan menganalogikan istrinya sebagai barang.
Secara hukum Pernikahan tak punya batasan, entah itu akan berjalan berpuluh
tahun atau hanya bebrapa hari atau beberapa jam. Secara hukum perdata
pernikahan adalah kontrak antara kedua belah pihak, namun dari sudut moral,
pernikahan adalah janji kepada Tuhan.
C. Penutup
Penikahan siri yang dilakukan oleh
bupati garut aceng fikri menjadi titik persoalan yang digembar-gemburkan selama
ini. Secara hukum nikah sirih tidak dilarang, tetapi etika perkawinan tetap
harus dijalankan sesuai dengan mekanisme konstitusi. Apalagi pernikahan
tersebut dilakukan oleh seorang bupati yang sebenarnya mengerti tentang
tatacara pernikahan dan tahu sentang konsekuensi yang akan diterimanya. Karena
tolak ukur kebaikan atau keburukan seorang bukan hanya ditinjau dari pelanggaran
hukum formal saja, tetapi dari mana posisi ataupun kedudukan seorang itu berada
akan menjadi penilaian publik.
Apa lagi Aceng Fikri adalah seorang
bupati yang mana ekspetasi serta harapan publik yang begitu tinggi dalam hal
tindakan atau pun perbuatan. Sekecil apapun berbuatan buruk yang dilakukan oleh
sang bupati akan terlihat besar dimata publik. Sebab, sejatinya seorang
pemimpin harus memiliki moral serta etika yang lebih baik dari orang-orang yang
dipimpinnya. Aceng Fikri terpilih
menjadi seorang pemimpin karena ia dianggap lebih dari orang lain dari sudut
pandang mana pun. Ternyata harapan tersebut sirna dimata publik ketika kasus
tersebut menimpah dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar